Penjelasan
Perbedaan antara keadilan formil dan substansial
Keadilan
formil
Keadilan
formil ini bertendensi pada teori positivisme yang mendekati gejala hidup
secara alamiah belaka yakni sebagai fakta, dan tidak mau tahu tentang nilainya,
akibatnya tuntutan tentang keadilan disingkirkan dari pengertian hukum.
Adapun
teori positivisme, sekurang-kurangnya memilki empat pengertian pokok yang
intinya meliputi:
1. Hukum
sebagai komando, sebagaimana diperkenalkan oleh John Austin.
2. Pemisahan
hukum dari moral dan politik; hukum harus netral (sesuai dengan teori Hans
Kelsen, yaitu teori hukum murni); hukum tidak berurusan dengan ideal, tetapi faktual
3. Putusan
hakim berpengaruh kuat dalam pembentukan hukum, bahkan proses litigasi menjadi
percuma untuk dilakukan.
4. Jadi
keadilan formal ini adalah keadilan yang mengacu pada ketentuan-ketentuan
formil, seperti undang-undang.
5. Positivisme
hukum (menyangkut juga dalam keadilan formil), bahwa hukum yang ada, juga tidak
adil, harus dipatuhi.
Keadilan
formil ini memiliki tendensi pada aliran legisme, di mana undang-undang
dianggap kramat (atau dapat dikatakan ketentuan yang sudah baku), yakni sebagai
peraturan yang dikukuhkan Tuhan (Allah) sendiri, atau sebagai suatu sistem
logis yang berlaku bagi semua perkara, karena bersifat rasional
Keadilan
substansiil
Keadilan
substansiil sendiri berkontradiksi dengan pandangan legisme (keadilan formil),
bahwa undang-undang itu kramat, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Keadilan
substansiil mengandung pengertian yang intinya bahwa hukum itu menghendaki
kebaruan, yang dihadapkan pada realitas yang ada (peristiwa konkret). Keadilan
substansial ini juga bertendensi pada aliran realisme, dimana kita harus
realistis, karena tidak menerima peraturan-peraturan pemerintah yang nyaris
sempurna.
Sumber
Theo
Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982
Andre
Ata Ujan, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2009
tidak bisa dipahami kata2nya
BalasHapusAfwan ukhti, pdhl ane uda ubah dikit
Hapus