A.
Pendahuluan
Sejak zaman dahulu, laut dikenal sebagai tempat untuk
terjadinya kegiatan kelautan. Pemanfaatan laut yang notabene begitu luas,
dengan fungsinya sebagai sumber makanan bagi umat manusia, sebagai jalan raya
perdagangan, sebagai sarana untuk penaklukan, sebagai tempat pertempuran,
sebagai tempat untuk bersenang-senang dan rekreasi, dan sebagai alat pemisah
atau pemersatu bangsa[1]. Melihat
sejarah pengaturan hukum laut, sebagai bentuk dari hukum laut yang paling dini,
pada abad ke-12 telah dikenal berbagai kompilasi dari peraturan-peraturan yang
dipakai di laut Eropa[2], sedangkan
yang terkenal karena sumbangan pemikiran atas hukum laut adalah Hugo Grotius,
yang termuat dalam bukunya yaitu ‘Mare
Liberum’ yang terbit pada tahun 1609, di mana pada masa itu pula terjadi
konflik antara laut bebas (mare liberum)
dengan laut tertutup (mare clausum)[3]. Indonesia
sendiri, menurut sejarah, telah membuat pula Kitab Undang-Undang Amana Gappa,
yang ditulis dalam bahasa Bugis, yang didalamnya mengandung ketentuan mengenai
hukum adat Bugis di bidang pengangkutan laut[4].